Khadijah binti Khuwailid_Sayyidah Quraisy Ath-Thahirah (Bagian 1)



Beliau adalah sayyidah wanita sedunia pada zamannya. Putri dari Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qssushai bin Kilab Al-Quryiyah Al-Asadiyah. Dijuluki Ath-Thahirah yakni yang bersih atau suci. Sayyidah Qurasisy dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat kira-kira 15 tahun sebelum tahun fiil (tahun gajah). Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mulia dan pada gilirannya beliau menjadi seorang wanita yang cerdas dan agung. Beliau ikenal se bagai seorang wanita yang teguh dan cerdik dan meiliki perangai yang luhur karena itulh banyak laki-laki dan kaumnya menaruh simpati kepadanya.

Pada mulanya beliau dinikahi oleg Abi Halah bin Zurarah At-Tamimi yang membuahkan dua anak yang bernama Halah dan Hindun. Tatkala Abu Halah wafat, beliau dinikahi oleh Atiq bin ‘A’id bin Abdullah Al-Mahzumi hingga beberapa waktu lamanya namun akhirnya mereka cerai.

Setelah itu banyak dari para pemuka-pemuka Quraisy yang menginginkan beliau akan tetapi beliau prioritaskan perhatiannya untuk mendidik putra-putranya, juga sibuk mengurusi perniagaan yang mana beliau menjadi seorang wanita yang kaya eaya. Suatu ketika beliau mencari orang yang dapat menjual dagangannya, maka tatkala beliau mendengar tentang Muhammad sebelum bi’tsah (diangkat menjadi Nabi), yang memiliki sifat jujur, amanah dan beraklhak mulia, maka beliau meminta skepada Muhammad untuk menual dagangannya bersama seorang pembantunmya yang bernama Maisarah, dan beliau memberikan barang dagang kepada Muhammad melebihi dari apa yang dibawa oleh selainnya. Muhammad Al-Amin pun menyetujuinya dan berangkatlah beliau dengan Maisarah dan Allah menjadikan perdagangan tersebut menhasilkan laba yang banyak. Khadijah merasa gembira dengan hasil yang banyak tersebut karena usaha dari Muhammad, akan tetapi ketakjubannya terhadap kepribadian Muhammad lebih besar dan lebih mendalam daripada semua itu. Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh yang berbaur dibenaknya, yang belum penah beliau rasakan sebelumnya. Pemuda ini tidak sebagaimana kebanyakan laki-laki lain dan perasaan yang lain.

Akan tetapi dia merasa pesimis mungkinkah pemuda tersebut mau menikahinya, mengingat umurnya sudah mencapai 40 tahun? Apa nanti kata orang karea ia telah menutup pintu bagi para pemuka Quraisy yang melamar?

Maka di saat dai bingung dan gelisah karena problem yang menggelayuti pikirannya, tiba-tiba muncullah seorang temannya yang bernama Nafisah binti Munabbih, selanjutnya dia ikut duduk dan berdialog hingga dengan kecerdikannya Nafisah mampu menyibak rahasia yang disembunyikan oleh Khadijah tentang problem yang dihadapinya dlaam kehidupannya. Nafisah membesarkan hati Khadijah dan menenangkan perasaanyya dengan mengatakan bahwa Khadijah adalah wanita yang memiliki martabat, keturunan orang terhormat, memiliki harta dan berparas cantik. Terbukti dengan banyaknya para pemuka Quraisy yang melamarnya.

Selanjutnya, tatkala Nafisah keluar dari rumah Khadijah, dia langsung menemui Muhammad Al-Amin hingga terjadilah dialog yang menunjukkan akan kelihaian dan kecerdikan dia :

Nafisah            :    “Apakah yang menghalangimu untuk menikah wahai Muhammad?”

Muhammad     :    “Aku tidak memiliki apa-apa untuk menikah.”

Nafisah            :    (Denmgan tersenyum berkata) “Jika aku pilihkan untukmu seorang wanita yang kaya, cantik dan berkecukupan, maka apakah kamu mau menerimanya?”

Muhammad     :    “Siapa dia”

Nafisah            :    (Dengan cepat dia menjawab) “Dia adalah Khadijah binti Khuwailid.”

Muhammad     :    “jika dia setuju, maka aku pun setuju.”

Nafisah pergi menemui Kadijah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan Muhammad Al-Amin memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk menikahi Sayyidah Khadijah. Kemudian pergilah Abu Thalib, Hamzah dan yang lain menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin Asad untuk melamar Khadijah bagi putra saudaranya, dan selanjutnya menyerahkan mahar.

Setelah usai akad nikah disembelihlah beberapa ekor hewan kemudian dibagikan kepada orang-orang fakir. Khadijah membuka pintu bagi keluarga dan handai taulan dan ternyata di antara mereka terdapat Halima Sa’diyah yang datang untuk menyaksikan penikahan pernikahan anak yang pernah disusuinya. Setelah itu dia kembali ke kampungnya dengan membawa 40 ekor kambing sebagai hadiah perkawinan yang mulia dari Khadijah, karena dahulu dia telah menyusui Muhammad yang sekarang menjadi suami terscinta.

Maka jadilah Sayyidah Quiraisy sebagai istri dari Muhammad Al-Amin dan jadilah dirinya sebagai contoh yanmg paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami daripada kepentingannya sendiri. Manakala Muhammad mengharapkan Zaid bin Haritsah, maka dihadiakanlah oleh Khadijah kepada Muhammad. Demikian juga tatkala Muhammad ingin menganbil salah seorang dari putra pamannya Abu Thalib, maka Khadijah menyediakan suatu ruangan bagi Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, agar dia dapat mencontoh akhlak suaminya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Allah memberikan karunia pada rumah tangga tersebut berupa kebahagiaan dan nikmat yang melimpah, dan mengkaruniakan kepada keduanya putra-putri yang bernma Al-Qasim, Abdulah, Zainab, Ruqayyah, Ummi Kultsum sdan Fatimah.

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan Muhammad Al-Amin Ash-Shadiq menyukai khalwat (menyendiri), bahkan tiada suatu aktifitas yang lebih ia sukai dariada menyendiri. Beliau menggunakan waktunya untk beribadah pedada Allah di gua Hira’ sebulan penuh pada setiap tahunnya. Belau tinggal di dalamnya beberapa malam dengan bekal sedikit, jauh dari perbuatan sia-sia yang dilakukan oleh orang-orang Makkah yakni menyembah berhala dan lain-lain.

Sayyidah Ath-Thahirah tidah merasa merasa tertekan dengan tindakan Muhammad yang terkadang harus sberpisah jauh darinya, tidak pula beliau mengusir kegalauannya dengan banyak pertanyaan maupun mengobrol yang tidak berguna, bahkan beliau mencurahkan segalam kemampuannya untuk membantu suaminya dengan cara menjaga dan menyelesaikan tugas harsus dia kerjakan di rumah. Apabila beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pergi ke gua kedua mata bliau senantiasa mengikuti suaminya terkasih dari jauh. Bahkan beliau juga menyuruh orang-orang untuk menjaga beliau tanpa menganggu suaminya yang sedang menyendiri.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal di dalam gua tersebut hingga batas waktu yang Allah kehendaki, kemudian datanglah Jibril ‘alaihis salam dengan membawa kemuliaan dari Allah sedangkan beliau di dalam gura Hira’ pada bulan Ramadhan. Jibril datang dengan membawa wahyu. Selanjutnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dati gua menuju rumah beliauy dalam kegelapan fajar dalam keadaan takut, khawatir dan menggigil seraya sberkata:

“selimuti aku…selimuti aku…”

Setelah Khadijah meminta keterangan perihal peristiwa yang menimpa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau menjawab :

“Wahai Khadijah sesungguhnya aku khawatir terhadap diriku.”

Maka istri yang dicintainya dan yang cerdas itu menghiburnya dengan percaya diri dan penuh keyakinan berkata: “Allah akan menjaga kita wahai Abu Qasim, bergembirahlah wahai putra pamanku dan teguhkanlah hatimu. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh aku berharap agar anda menjadi Nabi bagi umat ini. Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya, sesungguhnya nda telah menyambung silahturahmi, jujur dalam berkata, menyantuni anak yatim, memuliakans tamu dan menolong para pelaku kebenaran.”

Maka jadi tentramlah hati Nabi berkat dukungan ini dan kembalilah ketenangan beliau karena pembenaran dari istrinya dan keimanannya terhadap apa yang beliau bawa.

Namun hal itu belum cukup bagi seorang istri yang cerdas dan bijaksana, bahkan beliau dengan segera pergi menemui putra pamannya yang bernama Waraqah bin Naufal, kemudian beliau ceritakan perihal yang terjadi pada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka tiada ucapan yang keluar dari mulutnya selain perkataan: “Qudus… Qudus… Demi yang jiwa Waraqah ada di tangan-Nya, jika apa yang engkau sceritakan kepadaku itu benar, maka sunguh telah datang kepada Msusa dan Isa, dan Nuh ‘alaihis salam secara langsung.

Tatkala melihat kedatangan Nabi, Waraqah berkata: “Demi yang jiwaku ada di tanan-Nya, sesungguhnya engkau adalah Nabi bagi umat ini, pastilah mereka akan memerangi dirimu, menyakiti dirimu, mengusir dirimu dan akan mendustakan dirimu, seandaimya aku masih menemui hari itu sungguh akan akan meolong die Allah.” Kemudian ia mendekat kepada Nabi dan mencium ubun-ubunya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab, “Betul, tiada seorangpun yang membwa sebagaimana yang engkau bawa melainkan pasti ada yang menentangnya. Kalau saja aku masih mendapatkan masa itu… kalau saja aku masih hidup…” tidak beberapa lama kemudian Waraqah wafat.

Menjadi tenanglah jiwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala mendengar penuturan Waraqah, dan beliau mengetahui bahwa akan ada kendala-kendala di saat permulaan berdakwah, banyak rintangan dan beban. Beliau juga menyadari bahwa situ adalah sunnatullah bagi para Nabi dan orang-orang yang mendakwahkan dien Allah. Maka beliau menapaki jalan dakwah dengan ikhlas semata-mata karena Allah Rabbul Alamin, dan beliau mendapatkan banyak gangguan dan intimidasi.

Bersambung...


Sumber :
Buku ”Wanita-wanita Teladan Di Masa Rasulullah”_Mahmud Mahdi Al Istanbulli, Mustasfa Abu An Asy Syalabi



Previous
Next Post »