Khadijah binti Khuwailid_Sayyidah Quraisy Ath-Thahirah (Bagian 2)






Adapun Khadijah adalah orang pertama kali beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan yang pertama kali masuk Islam. Beliau adalah seorang istri yang mencintai suaminya dan juga beriman. Berdiri mendampingi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam suami yang dicintainya untuk menolong, menguatkan dan membatunya. Serta menolong beliau dalam smenghadapi kerasnya gangguan dan ancaman, sehingga dengan hal itulah Allah meringankan beban Nabi-Nya. 

Tidaklah beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukaimya, baik penolakan maupun pendustaan yan menyedihkan beliau kecuali Allah melapangkannya melalui istrinya bila beliau ke rumahnya. Beliau (Khadijah) meneguhkan pendiriannya, menghiburnya, membenarkannya dan mengingatkan tidak berartinya celaan manusia pada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ayat-ayat Al-Qur’an sjuga mengikuti (meneguhkan Rasulullah).

“Hai orang-orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabb-mu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabb-mu, bersabarlah!” (Al-Mudatsir: 1-7)

Sehingga sejak saat itulah Rasulullah yang muliah memulai lembaran hidup baru yang pebuh barakah dan sbersusah payah. Beliau katakan kepada sang istri yantg beriman bahwa masa untuk tidur dan bersenag-senang sudah habis. Khadijah turut mendakhwahkan Islam di samping suaminya.

Mulailah ujian yang keras menimpa kaum muslimin dengan berbagai macam bentuknya, akan tetapi Khadijah sberdiri kokoh bak sebuah gunung yang tegar kokoh dan kuat. Beliau wujudkan ujudkan dalam firman Allah
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami berinan’, sedangkan mereka tidak diuji lagi?” (Al-Ankabur: 1-2)

Allah memilih kedua putranya yang bernama Abdullah dan Al-Qasim untuk menghadap Allah tatkala keduanya masih kanak-kanak, sedangkan Khadijah tetap bersabar. Beliau juga melihat dengan mata kepalanya bagaimana syahidah pertama dalam Islam yang bernama Sumayyah tatkala menghadapi sakaratul maut karena siksaan para thagnut hingga jianya menghadap sang Pencipta dengan penuh kemulyaan.

Beliau juga harus sberpisah dengan putrinya dan buah hatinya yang bernama Ruqayyah istri dari Utsman bin Affan karena putrinya hijrah ke negeri Habsyah untuk menyelamatkan diennya dari gangguan orang-orangs musyrik. Beliau saksikan dari waktu ke waktu yang penuh dengan kejadian besar dan permusuhan, akan tetapi tidak adsa istilah putus asa bagi seorang mujahidah. Beliau laksanakan setiap saat apa yang difirmankan oleh Tabaraka wa Ta’ala

“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhaap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-
sungguh akan mendengar dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, ganguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian situ termasuk urusan yang patut diutamakan.” (Ali-Imran: 186)

Sebelumnya, beliau juga telah menyaksikan seluruh kejadian yang menimpa suminya Al-Amin Ash-Shadiq yang mana beliau berdakwah di jalan Allah, namun beliau smenghadapi segala musibah denan kesabaraba. Semakin bertambah berat ujian semakin bertambahlah kesabaran dan kekuatannya. Beliau sampakkan seluruh bujukan kesenangan dunia yang menipu yang hendak ditawarkan dengan aqidahnya. Dan pada  saat-saat itu beliau bersumah dengan sumpah yang menunjukkan keteguhan dalam menetapi kebenaran yang belum pernah dikenal orang sebelumnya dan tidak bergeming darsi prinsipnya walau selangkah semut. Beliau bersabda:

“Demi Allah wahai paman, seandainya mereka mampu meletakkan matahari di tanan kanan saya dn bulan di tanan kiri saya agar aku meninggalkan urusan dakhwah ini, maka sekali-kali aku tidak akan meninggalkannya hingga Allah memenangkannya atau aku yang binasa karenanya.”

Begitulah sayyidah mujahidah tersebut ltlah mengambil suaminya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai contoh yang paling agung dan tanda yang paling nyata tentang keteguhannya di atas iman. Oleh karena itu kita mendapatkan tatkala orang-orang Quraisy mengumumkan pemboikotan mereka kepada kamum muslimin untuk menekan dalam bidang politik, ekonomi, dan kemasyarakatan dan mereka tulis naskah pemboikotan tersebut kemudian mereka tempel pada dinding ka’bah.

Khadijah tidak ragu untuk bergabung dengan kaum muslimin bersama dengan kaumnya Abu Thalib dan beliau tinggalkan kampung halaman tercinta untuk menempa kesabaran selama tiga tahun bersama Rasul dan orang-orang yang menyertai beliau menghaapi beratnya pemboboikan yang pebuh dengan kesusahan, dan menghadapi kesewenang-wenangan para penyembah berhala. Hingga berakhirlah pemboikotan yang telah beliau hadapi dengan iman, tulus dan tekad baja tak kenal lelah. Sungguh Sayyidah Khdijah telah mencurahkan segala kemampuannya untuk menghadapi ujian tersebut di saat berumur 65 tahun. Selanmg enam bulan sestelah berakhirnya pemboikotan itu wafatlah Abu Thalib, kemudian menyusul pula seorang mujahidah yang sabar semoga Allah meridhai beliau, yakni tiga tahun sebelum hijrah.

Dengan wafatnya Khadijah, maka meningkatlah musibah yang Rasul hadapi. Karena bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Khadijah adalah teman yang tulus dalam memperjuangkan Islam.
Begitulah nafsul muthmainnah telah pergi menghadap Rabb-Nya setelah sampai pada waktu yang telah ditetapkan, setelah beliau berhasil menjadi teladan terbaik dan paling tulus dalam berdakhwah di jalan Allah dan berjihad di jalan-Nya. 

Dalam hubungannya beliau menjadi seorang istri yang bijaksana, maka beliau mampu meletakkan urusan susai dengan tempatnya, dan mencurahkan segala kemampuannya untuk mendatangkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah beliau berhak mendapatkan salam dari Rabb-nya, dan mendpat kabar gembira dengan rumah di jannah yang terbuat dari emas, tidak ada kesusahan di dalamnya dan tidak ada pula keributan di dalamnya. Karena itu pula Rasulullah bersabda :

“Sebaik-baik wnita adalah Maryan binti Imran, sebaik-baik wnita adalah Khadijah binti Khualid.”

Ya Allah ridhailah Khadijah binti Khuwalid, As-Sayyidah Ath-Thahirah. Seorang istri yang setia dan tulus, mukminah mujahidah di jalan dienmnya dengan seluruh apa yang dimilikinya dari perbendaharaan dunia. Semoga Allah memberikan balasan yang palin baik karena jasa-jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin.


Sumber :
Buku: Wanita-wanita Teladan Di Masa Rasulullah_Mahmud Mahdi Al Istanbulli, Mustasfa Abu An Asy Syalabi
Previous
Next Post »

1 comments:

Write comments
Anonymous
AUTHOR
31 October 2016 at 12:11 delete

mantap jiwaaa :D

Reply
avatar